Jumat, 26 Desember 2014

Analisa Fenomena Berdasarkan Teori David McClelland



Aktivis Perempuan Reaktif Sikapi Pengurangan Jam Kerja Perempuan



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin, menyatakan, jam kerja sebaiknya diukur berdasarkan kemampuan para pekerja di sebuah perusahaan. Ia melihat adanya kecenderungan aktivis perempuan reaktif terhadap wacana pengurangan jam kerja perempuan.
KH Ma'ruf Amin mengatakan perlu diadakan dialog agar tidak menimbulkan polemik jika wacana itu diwujudkan ke dalam sebuah aturan. “Kalau dari segi kemampuan, memang berbeda (antara perempuan dan laki-laki). Tapi kalangan pendukung kesetaraan gender, cenderung tidak mau (implementasi wacana tersebut). Maka perlu dialog,” kata KH Ma'ruf Amin saat dihubungi Republika Online (ROL), Kamis (25/12).
Ma'ruf Amin menekankan, pentingnya bagi tiap perempuan pekerja untuk membagi waktu terhadap keluarga di rumah. Utamanya, kehadiran istri bagi suami serta ibu bagi anak-anak tidak boleh diabaikan porsi waktunya.
Dengan begitu, lanjutnya, manfaat pengurangan jam kerja perempuan diharapkan berfokus pada keseharian keluarga perempuan yang bersangkutan. Sehingga bukan berarti membanding-bandingkan antara dua pihak. Laki-laki di satu sisi dan perempuan di sisi lain.






Jam Kerja Dikurangi, Komnas Perempuan: Ini Memberi Beban Ganda 



PerempuanREPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wacana pengurangan jam kerja perempuan yang sepekan ini santer terdengar, ternyata dinilai sebagai sebuah diskriminasi serta memberi beban baru bagi kaum Hawa.
“Ada gagal konsep dari wacana pengurangan jam kerja bagi perempuan ini. Jika alasan pengurangan jam kerja bagi perempuan karena masalah pengasuhan dan konsepsi ideal seorang ibu, hal ini dianggap sebagai beban ganda perempuan,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani, dalam rilisnya, Ahad (7/12).
Pengurangan jam kerja perempuan, ujarnya, sama saja merumahkan perempuan atau lebih tepatnya merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan.Selama ini, stigma terhadap perempuan berkarier adalah perempuan yang tak bisa mengurus rumah tangga. Padahal, imbuh Andy, perempuan berkarier adalah hak, dan terkadang merupakan tuntutan hidup.
Kondisi inilah yang ia maksud terjadi beban ganda yang harus disandang perempuan. Satu sisi sebagai pencari nafkah, di sisi lain sebagai ibu rumah tangga.
“Semestinya bukan jam kerja yang dikurangi. Tetapi perbaikan infrastruktur negara yang mampu mendukung perempuan dalam menjalankan perannya,” jelas Andy.
Misalnya, memperbaiki infrastruktur transportasi agar perempuan bisa mengakses transportasi yang aman dan cepat agar waktu tak habis di jalan.
"Komnas Perempuan mengingatkan bahwa niat baik saja tidak menjamin kebijakan yang dihasilkan tidak memiliki muatan yang diskriminatif," ujar Andy.
Komnas Perempuan menilai kebijakan ini akan meminggirkan perempuan di dunia kerja sebab ia akan dipandang sebagai tenaga kerja yang tidak kompetitif dan tidak produktif. Artinya, realisasi usulan ini merupakan langkah mundur dalam upaya menghapus diskriminasi terhadap perempuan.






JK: Pengurangan Jam Kerja Wanita Baru Wacana

REPUBLIKA.CO.ID, SRAGEN -- Wakil Presiden (wapres) Jusuf Kalla menjelaskan pengurangan jam kerja wanita baru bersifat wacana.
"Itu baru wacana," kata Wapres Jusuf Kalla saat melakukan kunjungan kerja ke Sragen, Jawa Tengah, Jumat (5/12).
Dia menjelaskan, banyak masyarakat yang kurang paham bahwa wacana pengurangan jam kerja bagi wanita tersebut hanya ditujukan bagi ibu yang memiliki anak kecil. "Hanya ditujukan bagi ibu yang memiliki anak kecil, tidak semuanya," katanya.
Menurut pria yang akrab disapa JK tersebut, wacana itu bertujuan untuk menjaga masa depan bangsa. Karena dengan memiliki waktu lebih banyak untuk anaknya, maka orang tua bisa lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak sekaligus mendidiknya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai jam kerja pegawai perempuan harus dikurangi selama dua jam. Pengurangan ini diperlukan agar perempuan bisa memiliki waktu lebih untuk keluarga dan mendidik anak. Hal ini disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pertemuannya dengan Persatuan Umat Islam di Jakarta.
Sementara itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendukung usulan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait pemotongan jam kerja pekerja perempuan. "BKKBN mendukung, karena itu sangat baik dan proanak-anak," kata PLT Kepala BKKBN Fasli Jalal.
Menurut dia, pemotongan waktu sekitar dua jam memiliki dampak yang sangat besar. "Berarti anak memiliki waktu lebih lama untuk berinteraksi dengan ibu mereka, dan itu sangat baik bagi tumbuh kembang anak," katanya. Keberadaan orang tua, kata Fasli sangat penting dalam mempengaruhi kualitas anak-anak.







Buruh Perempuan: Pengurangan Jam Kerja Justru Merugikan





REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-– Wacana pengurangan jam kerja untuk perempuan yang dilontarkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, ternyata mendapat tanggapan yang beragam dari para karyawan perempuan. Banyak yang setuju,tapitak sedikit pula yang menolak wacana tersebut.
Seperti Ardila Sani, buruh pabrik sepatu asal Lampung tersebut tak setuju dengan wacana tersebut. Menurutnya, kebijakan tersebut justru akan menimbulkan kerugian pada perempuan sendiri. “Memang ada sisi positif dan negatifnya, tapi saya lebih tidak setuju,” katanya.
Ia mengatakan, bahwa perusahaan tentunya tidak akan mau rugi. Jika jam kerja perempuan dikurangi, namun tetap membayar gaji yang sama dengan laki-laki, perusahaan pasti lebih memilih merekrut pekerja laki-laki, dan akan berpikir ulang untuk menerima pekerja perempuan.
“Secara perusahaan mana mau rugi. Kalo jam kerja cewek dikurangn tapi gaji masih sama kaya cowok lama-lama perussahaan tidak mau lagi nerima cewek dong,” kata wanita berumur 22 tahun tersebut.
Karena menurut Dila,sapaan akrabnya, perusahaan tentunya punya target produksi. Target produksi itulah yang terkadang membuat karyawan bekerja lembur. Jadi, jika jam kerja dikurangin akan sangat berpengaruh pada target produksi.
Berbeda dengan Dila, Hilda Arnaz yang bekerja di salah satu bank swasta, mengaku setuju dengan wacana pengurangan jam kerja untuk wanita tersebut. Menurutnya itu sangat baik, apalagi bagi perempuan yang sudah berkeluarga.
“Perempuan kan masih harus ngurus keluarga dirumah, apalagi kalau udah punya anak. Sebisa mungkin sebelum suami pulang, istri harus sudah ada di rumah duluan,” kata Wanita asal Sumatera Barat tersebut.








Kasatpol PP Jakarta Tolak Usulan Wapres JK

REPUBLIKA.CO.ID, GAMBIR - Usulan yang dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengurangi jam kerja pegawai perempuan selama dua jam menuai pro dan kontra. Di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta contohnya, tidak semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) perempuan setuju dengan usulan tersebut.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Koja, Siti Mulyati, ia mengaku secara profesional kurang setuju dengan pengurangan jam kerja. Karena, kata dia, akan ada pembedaan perlakuan kepada kaum perempuan. "Seharusnya tidak usah ada perlakuan istimewa, laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama," ujar Siti kepada Republika, Jumat (5/12).
Menurut perempuan berusia 53 tahun itu, pemotongan jam kerja justru akan menimbulkan kecemburuan sosial. "Nanti para pegawai laki-laki banyak yang tidak terima," ucapnya. Namun, lanjut ibu dua orang anak itu, ia juga tidak menampik usulan wapres itu memberikan keuntungan bagi kaum hawa. Karena, dengan usulan tersebut para ibu dapat mengurus keluarganya terlebih dahulu sebelum bekerja.
Kepala Unit Pengelola (UP) Kawasan Monumen Nasional (Monas), Rini Hariyani mengaku setuju dengan pengurangan jam kerja selama dua jam bagi PNS wanita. Namun, kata dia, kebijakan itu harus dilihat dari usia anak-anak para PNS wanita yang bekerja. Apakah, anak PNS wanita itu masih memerlukan pengawasan atau tidak. "Ya, boleh itu diberlakukan, tapi memang betul-betul yang punya anak-anak dalam usia masa perkembangan. Contohnya, karyawan (PNS) wanita yang masih punya SD, SMP atau SMA," kata ibu dua orang anak itu.
Rini mengatakan, kalau PNS wanita yang anaknya sudah kuliah, sah-sah saja tidak dipotong jam kerjanya. Pasalnya, selain tidak ada kegiatan di rumah karena anak sibuk kuliah, para PNS wanita itu harus mengabdikan tenaganya di kantor. "Jadi jangan dipukul rata, bukan karena saya punya anak SMA. Tapi, yang perlu pendampingan seorang ibu adalah anak yang masih duduk di bangku SD dan SMP," paparnya.


http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/14/12/05/ng3ndv-kasatpol-pp-jakarta-tolak-usulan-wapres-jk





TEORI DAVID MCCLELAND



I.                   McClelland

Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan rekan-rekannya. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan  yaitu kebutuhan prestasi (need for achievement), kebutuhan kekuasaan (need for power), dan kebutuhan hubungan (need for affiliation)
David Mc.Clelland mendalami Needs Theory dari Henry Murray. Ia meneliti 3 motif utamayaitu prestasi, kekuasaan dan afiliasi untuk meninjau dan mengevaluasi tentang bagaimana sistem motif ini mempengaruhi perilaku.

Seperti yang kita ketahui David McClelland dan rekan-rekanyya terkenal dengan teori mereka yang berorientasi dengan kebutuhan.  Masing-masing indivivu memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap dirinya sesuai dengan karakter dan pola pikir individunya. Individu yang need of powernya tinggi cocok jika ditempatkan di posisi sebagai pemimpin utama, yang mengatur banyak orang, dan mengatur segala keperluan organisasi, indidvidu yang kebutuhan afiliasi/ berhubungan dengan orang lainnya tinggi lebih cocok ditempatkan di suasana kerja yang terdapat banyak individu lain, yang membutuhkan tim kerja, kesepakatan bersama dan terjalin banyak interaksi antar individu , cocok ditempatkan sebagai marketer, spg, dealer, dan sejenisnya. Sedangkan orang yang kebutuhan berprestasi sangat tinggi biasanya cocok menjadi orang yang kompetitif, pembentuk ide baru, solusi tepat, inovasi serta yang berkaitan dengan kemampuan diri.

Need for Achievement
1.         Keinginan yang kuat untuk bertanggung jawab secara pribadi.
2.         Kecenderungan memilih tingkat kesulitan sedang dalam membuat target dan mengambil resiko.
3.         Keinginan yang kuat untuk mengkonkritkan umpan balik.
4.         Menyukai kegiatan menyelesaikan tugas semaksimal mungkin.

       Need for Power
1.         Menyukai kegiatan mengarahkan dan mengendalikan orang.
2.         Memperhatikan hbubungan antara pemimpin dan pengikut.
3.         Menikmati berkompetisi.

       Need for Affiliation
1.         Ingin disukai oleh banyak orang.
2.         Lebih suka bekerjaasama.
3.         Berupaya untuk menjalin hubungan dengan semua orang

4.         Mencari peluang untuk berkomunikasi.




Pembahasan Teori McClelland Berkaitan dengan Artikel

Sama halnya dengan yang sudah dijelaskan bahwa setiap individu memiliki porsi need yang berbeda sesuai dengan pola pikirnya. Ada need of affiliation, need of achievement, need of power. Berkaitan dengan fenomena yang digambarkan diatas , dimana ada banyak wanita yang menerima usulan wakil presiden mengenai pengurangan jam kerja bagi pegawai wanita, namun tak kalah juga banyak wanita yang menolak pengurangan jam kerja ini. Bisa dikatakan orientasi individu terhadap kebutuhan pribadinya sangatlah berbeda satu dan lain.
Seperti yang diungkapkan ketua majelis ulama Indonesia dimana atas sikap reaktif wanita terhadap pengurangan jam kerjaa, dimana wanita mengatakan bahwa ini merupakan diskriminasi, namun majelis lama menolak , ia mengatakan bahwa ini bukan diskriminasi melainkan pentingnya wanita memikirkan keluarga bukan lah perbedaan gender.
Komisioner Komnas perempuan juga mengatakan penolakan terhadap pengurangan jam kerja ini, ia mengatakan bahwa ini menunjukkan pembentukan peran ganda bagi wanita. Ia  mengatakan bahwa bukan jam mkerja yang harus dikurangi , infrasruktur , transportasi bagi wanita yang harus diperbaiki agar wannita dapat menjalani perannya sebagai pencari nafkah dan ibu rumah tangga dengan baik. Ini akan menimbulkan pemikiran bahwa pekerja wanita itu tidak produktif dan kompetitif hal ini akan memperjelas diskriminasi dalam dunia kerja.
Ada wanita yang jelas menolak karena pengurangan jam kerja ini akan merugikan perusahaan dan individu bersangkutan, deimana dengan jam kerja yang berbeda perusahaan harus membayar dengan gaji yang sama dengan pekerja yang full time. Ini akan membuat perusahaan akan lebih memilih pria sebagai pegawai perusahaannya. Namun ada wanita lain yang mengatakan bahwa pengurangan jamkerja ini akan berdampak positif, karena peran wanita sebagi rumah tangga akan semakin baik.  Sama halnya dengan kepala  Satpol PP Koja yang menolak pengurangan jam kerja ini, ia mengatakan bahwa dengan adanya pengurangan jam kerja ini akan menimbulkan kecemburuan bagi kaum lelaki, menimbulkan juga sikap egois bagi wanita dimana ia mememntingkan kepentingan keluarga dan mengabaikan / lalai mengerjakan tugas kantornya.
Dilemma ini menggambarkan perbedaan kebutuhan di masing-masing individu dapat dilihat ada wanita yang menolak pengurangan jam kerja ini menggambarkan kebutuhan dia akan prestasi sangat tinggi, dimana ia merasa dengan bekerja ia bisa memenuhi kebutuhan pribadi, member uang tambahan atau sekedar mengembangkan karirnya. Ia menolak pengurangan jam kerja karena beranggapan kesempatan dia dalam memnunjukkan prestasinya akan berkurang, disaingi dengan pegawa lelaki yang memiliki kesempatan lebih besar. Ketika ada pegawai wanita yang melamar perusahaan akan berfikir dua kali utnuk memilih wanita sebagai pegawai, ini sangat jelas menggambarkan kebutuhan berprestasi yang dijadikan orientasi utama bagi wanita ini. Jadi kadang kala wanita yang mempunyai keinginan maksimal dalam menyelasaikan tugasnya, bertanggung jawab secara pribadi akan terhalang karena kuranganya posisi yang diberikan lingkungan kerja. Kreativitas masing-masing wanita tidak akan berkembang.
Kebutuhan akan kekuatan (need of power) juga tergambar disini, ketika ada yang mengatakan kesempatan yang akan diberikan akan berbed antar wanita dan lelaki akan berbeda, menunjukkan diskriminasi langsung bagi wanita. Berkurangnya kesempatan untuk dipilih sebagai pemimpin, mengemban tanggung jawab lebih besar. Diskriminasi yang awalnya ingin dihapuskan malah mencuat kembali, akan banyak wanita yang di nomor duakan dalam dunia kerja. Kebutuhan akan kekuatan yang mendorong hal ini menjadi konflik. Para wanita yang inigin mengembangkan dirinya, menmpati posisi tertinggi dalam dunia kerja, mengatur orang lain, meninginkan kompetisi, semua akan terhalang.
Namun ada wanita yang kebutuhan afiliasinya tinggi, sehingga ia menerima ususlan ini. Ia mementingkan hubungan dia dengan keluarga, peran sebagai istri dan ibu di keluarga. Ia akan cenderung mendukung kebijakan ini. Namun bagaimana dengan wanita yang kebutuhan afiliasi terhadap dunia kerjanya tinggi?? Keinginan ia bekerja dan berinteraksi dengan orang banyak, keinginan membuat visi dan strategi bersama, keinginan disukai orang banyka, keinginan berkomunikasi dengan semua pegawai dan atasan. Hal ini mungkin akan menimbulkan dilema bagi banyak wanita. Namun masing-masing individu pastinya sudah menemukan strategi sendiri dalam memnuhi kebutuhannya, menyeimbangkan perannya sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga.


Referensi:
Schultz dan Schultz. 2005. Theories of Personality